Saptonan: Tradisi Khas Kuningan

Saptonan merupakan tradisi ketangkasan berkuda yang menjadi hiburan para raja Kuningan dan kini dapat dinikmati masyarakat Kuningan atau yang berasal dari luar Kabupaten Kuningan karena tradisi kesenian Saptonan Kuningan ini serigkali diselenggarakan secara terbuka pada hari besar hari besar seperti pada peringatan Hari Jadi Kabupaten Kuningan.

Kesenian tradisi saptonan pada zaman dahulu dimainkan setiap hari Sabtu, sesuai namanya, dan diselenggarakan seusai diskusi para penggede. Saptonan merupakan permainan adu ketangkasan dalam menunggang kuda sembaari melempar tombak kedalam lingkaran cincin yang berada di bawah ember tergantung dengan berisi air. Pemenangnya ialah dia yang mampu melempar tombak melalui cincin tanpa menumpahkan air di dalam ember.

Tradisi saptonan kabupaten kuningan, tradisi, saptonan, tradisi saptonan, kabupaten kuningan, kuningan, saptonan kuningan
Tradisi Saptonan Kuningan sumber foto kompas.com

Permainan saptonan, selain keluarga kerajaan, biasanya dimainkan juga oleh para kepala desa, demang pada waktu itu, dan camat atau tumenggung yang ada di wilayah Kuningan. Seiring perkembangan zaman, permainan ini sedikit demi sedikit disukai oleh masyarakat, terutama mereka yang memiliki kuda, dan kemudian kesenian saptonan ini berkembang menjadi agenda rutin yang diselenggarakan tahunan oleh masyarakat Kuningan dengan peserta dari berbagai kalangan.

Tradisi saptonan sendiri memiliki keunikan yang kini menjadi salah satu perhatian khusus pemerintah dari Kabupaten Kuningan sebagai aset wisata daerah. Wujud perhatian yang diselenggarakan tahunan dilapangan Kecamatan Luragung (permainan ini sering dilakukan secara bergiliran di setiap kecamatan di Kabupaten Kuningan), wilayah bagian timur Kabupaten Kuningan, dan dalam kehadirannya kini selalu menarik perhatian masyarakat di Kuningan. Sebelum memulai tradisi saptonan, masyarakat melakukan arak-arakkan dengan memakai kostum kerajaan lengkap disertai replika pedang dan perisai yang diikuti masyarakat lain yang berperan sebagai rakyat jelata.

Setelah sampai di lapangan, para kepala desa (demang) dan tumenggung (camat) akan menyerahkan upeti yang berisi makanan dan hasil bumi kepada bupati sebagai persembahan. Kemudian upeti tersebut akan dibagikan kepada para penonton yang hadir menyaksikan tradisi saptonan tersebut. Lebih jauh lagi, tradisi atau permainan saptonan ini telah diracik dengan konsep penyelenggaraan tidak hanya di Hari Jadi Kabupaten Kuningan saja, melainkan di berbagai acara tertentu dengan kapasitas peserta lebih luas sehingga tradisi saptonan ini dapat dinikmati dalam jangkauan yang lebih jauh lagi.
tradisi, saptonan, kesenian, kuningan, tradisi kesenian, kesenian saptonan, tradisi saptonan,
Tradisi Saptonan Kabupaten Kuningan sumber foto metrotvnews.com
Pada zaman dahulu, tradisi saptonan ini diikuti oleh banyak orang, bisa sampai ribuan, dikarenakan kuda merupakan satu-satunya transportasi yang paling memudahkan pada waktu itu, sehingga karena kepemilikan kuda menjadi hal yang biasa dimiliki banyak orang Kuningan pada waktu itu, dan mereka menjadi antusias dengan tradisi saptonan. Berbeda dengan sekarang, dimana pemilik kuda di Kuningan dapat dihitung dengan jumlah tidaklah banyak yang kebanyakan memang digunakan untuk mencari nafkah.

Jika bercerita perihal Kuda, maka ada Kuda Windu yang menjadi bagian dari sejarah yang melekat erat dengan sejarah Kabupaten Kuningan. Kuda perang Windu ini menjadi simbol yang kini dapat kita lihat di hampir setiap perbatasan kecamatan dan kabupaten di Kuningan. Memang, kuda perang kini hanya menjadi sejarah karena kuda yang ada sekarang merupakan kuda-kuda yang digunakan untuk menarik delman, untuk mencari nafkah seperti yang diulas pada paragraf sebelumnya.